Operasi persuasif yang dilakukan sejak Selasa (9/10), berhasil terjaring sebanyak 951 kilogram (kg) borax. Yakni dari rumah “Y”, 47, sebanyak 828 kg, “NN”, 50, sebanyak 120 kg, “E”, 32 ditemukan 1 kg dan “R”, 60, sebanyak 2 kg.
Operasi gabungan di hari kedua di kenagarian yang sama, tim kembali berhasil menyita sebanyak lebih kurang 67 kg borax yang diketahui disuplai dari Palembang dan Bengkulu. Sebanyak 60 kg borax di rumah pengolahan kerupuk milik “Rs”, 52, Jorong Haru, ditemukan tertimbun dalam tanah di belakang rumah.
Sekadar diketahui, Borax atau Boraks merupakan suatu senyawa yang berbentuk kristal, warna putih, tidak berbau, larut dalam air dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Borax hanya boleh digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, pengawet dan anti jamur kayu, obat untuk kulit dalam bentuk salep, sebagai antiseptic, pembasmi kecoa dan campuran pembersih. Berdasarkan Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/ tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, Borax tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pangan.
Saat ditanya anggota tim gabungan, “Rs” mengaku berniat memusnahkan barang tersebut. Niatnya itu timbul setelah mendengar adanya penertiban penggunaan bahan pengawet yang mengandung zat berbahaya di beberapa tempat. Sehingga timbul ketakutan dan berinisiatif memusnahkan dengan cara membakar.
Selain menyita 60 borax atau 5 pack besar dalam timbunan tanah, tim gabungan dari Bidang Bina Farmasi Dinas Kesehatan (Dinkes) Tanahdatar juga melakukan pengujian kandungan bahan pengganti pengembang yang disebut sebagai soda. Namun setelah diuji, bubuk soda yang dibeli dari sebuah toko di Padangpanjang itu ternyata juga borax.
“Setelah mengetahui barang ini membahayakan dan dirazia, kami tidak tenang dan takut. Karena itu kami membenamkan agar lapuk dan kemudian di bakar. Karena itu pula kami membeli bubuk soda di Padangpanjang untuk bahan pengembang pengganti. Namun setelah dites ternyata juga borax. Harus bagaimana lagi kami melanjutkan usaha kerupuk ini,” ujar “Rs” yang telah menggunakan pengembang itu sejak 23 tahun silam.
Sebelumnya, “El”, yang telah menjalankan bisnis sejak 20 tahun silam itu mengaku tidak mengetahui bahwa bahan pengembang Jago itu mengandung borax. Meski beberapa kali mengikuti sosilasi pihak terkat dari Pemkab, “El” tetap kembali memanfaatkan bahan tersebut.
“Bahkan saya pernah dipanggil pihak nagari. Tapi karena semua orang di sini masih menggunakan bahan ini, saya juga kembali memakainya.
Saya mendapatkan barang dengan membeli dari sebuah kedai di Pasar Pitalah dengan harga Rp15 ribu/bungkus untuk 10 Kg kerupuk.
Kabid Bina Farmasi Dinkes Tanahdatar, Eliza Suardi mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pihak Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk menyikapi maraknya penggunaan borax dalam proses pengolahan makanan di wilayah Tanahdatar.
“Untuk sementara ini, kita baru hanya bersifat persuasif. Akan tetapi, bahan baku borax yang ditemukan selama operasi, telah diamankan dengan dititipakn di Mapolsek Batipuh. Sedangkan hasil produksi kerupuk yang jelas-jelas telah mengandung borax, akan dimusnahkan. Namun hal itu baru dapat dilakukan setelah petugas berwenang dari BPOM datang,” tutur Eliza kepada Padang Ekspres.
Sementara Kasi Kesatuan Bangsa Kesbangpol, Irwan mengatakan operasi gabungan berawal dari keluhan pihak masyarakat melalui Pemerintah Kota Padangpanjang. Memang sebagian besar kerupuk yang dipasarkan di Padangpanjang, merupakan hasil produksi usaha pengolahan kerupuk dari Batipuh.
“Menyikapi hal itu, kami melakukan pengecekan dan menemukan bahan pengembang yang mengandung borax. Sedianya kegiatan hanya satu hari, namun berlanjut karena fakta dan informasi di lapangan kita ketahui mayoritas usaha kerupuk di sini menggunakan borax,” sebut Irwan.
Aman Borax
Meski hasil operasi gabungan menemukan mayoritas pengusaha kerupuk di Nagari Pitalah Bungo Tanjung menggunakan pengembang mengandung borax, tidak demikian terhadap Asmini, 50. Ibu tua beranak 3 yang berdomisili di Jorong Guguak Nyariang kenagarian setempat, sama sekali tidak menggunakan pengembang.
Akan tetapi dalam sepekan, Asmini masih mampu menghasilkan hingga 1.250 kerupuk dari sekarung ubi dengan kualitas bagus. Hal itu telah dibuktikan pihak Dinkes Tanahdatar melalui pengujian dengan cairan khusus.
“Alhamdulillah, kerupuk ibu ini tidak mengandung borax. Buktinya setelah dilakukan tes, hasilnya negatif,” ungkap petugas Dinkes.
Dikatakannya, memang selayaknyalah usaha yang dilakukan tanpa borax. Sebab, bahaya yang disebabkan dari borax ini sangat rentan. “Hindarilah borax,” ujar pihak Dinkes.
SUMBER ARTIKEL: Padang Ekspres (Kamis, 11/10/2012, YUWARDI)
Untuk antisipasi beberapa ulah nakal pengusaha dengan menggunakan bahan berbahaya pada makanan, "EASY TEST" melounching beberapa produk test kit untuk analisis bahan berbahaya pada makanan. BEBERAPA PRODUK yang sudah kami launching dan sudah kami pasarkan meliputi beberapa produk test kit seperti di bawah ini,Tag: analisis cepat, bahan berbahaya pada makanan, boraks dalam makanan, cyanide test kit, easy test, formalin dalam makanan, info kita, nitrite test kit, test kit, test kit borak, test kit formalin, test kit methanyl yellow, test kit nitrit, test kit pewarna batik, test kit rhodamin b, test kit sianida
- Test Kit FORMALIN (Baca Info Lengkapnya di Link INI)
- Test Kit Borax atau Boraks (Baca Info Lengkapnya di Link INI)
- Test Kit Pewarna Batik Merah atau Rhodamin B- (Baca Info Lengkapnya di Link Ini)
- Test Kit Pewarna Batik Kuning atau Methanyl yellow - Metanil Yellow, Methyl Yellow- (Baca Info Lengkapnya di Link INI)
EASY TEST juga telah meluncurkan produk terbaru test kit untuk anda semua... DENGAN HARGA YANG PASTI TETAP BERSAING...!!
Informasi lengkap silahkan lihat di link berikut,
- Test Kit Sianida (Cyanide Test Kit) - KLIK DISINI UNTUK LEBIH DETAIL
- Test Kit Nitrit (Nitrite Test Kit) - KLIK DISINI UNTUK LEBIH DETAIL
- Test Kit Hipoklorit (Hypochlorite Test Kit) - Klik disini untuk info detailnya
- Test Kit Iodat (Iodates Test Kit) - Klik disini untuk info detailnya
- Test Kit Peroksida (Peroxydes Test Kit) - Klik disini untuk info detailnya
0 komentar:
Post a Comment